Minggu, 15 Februari 2009


Jalan Pintas
Sebuah proses, apalagi yang berbelit menjadi momok yang ditakuti. Intinya, Jika ada jalan pintas, mengapa mesti menghabiskan waktu menjalani berbagai proses. Sisi baiknya, dalam beberapa bidang manusia mulai berinovasi. Tetapi sisi buruknya, karena gaya hidup ini diterapkan dalam hampir semua hal, manusia mulai meninggalkan berbagai pertimbangan menyangkut kemaslahatan diri dan orang lain. Sehingga meski sadar akan dampak negatifnya, semua itu bisa diabaikan begitu saja.
Orang yang malas menunggu masakan, lebih suka mengkonsumsi makanan instan tanpa memikirkan kandungan gizi, bahan pengawet, pemanis, dan pewarna berbahaya yang terkandung didalamnya. Emoh tersiksa dengan diet ketat, obat-obat ”pelangsing kilat” menjadi alternative yang sangat digemari. Efek samping dari bahan kimia berbahaya yang diberitakan, tak lagi mampu menambah kewaspadaan. Sehingga, seperti telah diberitakan, seorang wanita tewas lantaran mengkonsumsi obat pelangsing. Minder karena kulit yang tidak putih, kosmetik pemutih menjadi hal yang wajib dimiliki. Padahal kebanyakan kosmetik pemutih mengandung zat merkuri atau air raksa yang berbahaya. Meski telah dilarang, Depkes RI memberitakan, BPOM masih mendapati beberapa produk kecantikan yang menggunakan merkuri atau bahan berbahaya lain. Frustasi menghadapi problem, narkotika dan minuman keras, atau bahkan bunuh diri menjadi pelarian agar bisa segera terbang meninggalkan masalah yang membelit. Di Korea angka bunuh diri mencapai 26,1 per 100.000 orang.
Parahnya lagi, jika keinginan serba instan ini merugikan orang lain. Putus asa telah lama bekerja tapi hasilnya tak seberapa, ajakan setan pun diterima ; tindak kriminal, membajak, menjual ganja bahkan menjual raga. Jabatan tinggi menjadikan tuntutan gengsi melambung jauh, sedang jatah bulanan resmi dirasa tak cukup mendongkrak lebih tinggi. Jalan pintas pun ditempuh, bisa korupsi, mengajukan penyediaan fasilitas mewah, atau menyediakan amplop kosong agar ‘disuapi’ oleh orang-orang yang tersandung masalah.
Dengan ini, budaya ini menyiratkan kesan pragmatis, cupet (pendek), egois dan ceroboh. Tak hanya itu, lingkaran setan pun akan terbentuk; sebuah siklus saling mencelakai yang mengerikan tapi tampak sangat klop. Para penjual kosmetik berbahaya, pembajak, pengedar narkotik, pejabat korup dan suka kolusi memproduksi ‘jajanan’ berbahaya tanpa memikirkan orang lain. Sedang konsumen giat berbelanja demi kesenangan semu tanpa memikirkan kemaslahatan hakiki dan semakin memompa semangat produser. Dari sini, akankah kita simpulkan bahwa gaya hidup instan adalah gaya hidup berbahaya ? 

Tidak ada komentar: