Minggu, 15 Februari 2009

Memburu Kebahagiaan abadi


Dunia semakin bersolek. Bunga kehidupan dunia menggiurkan siapa saja yang melepaskan kendali nafsunya. Kemajuan teknologi semakin membuat gempita perburuan dunia. Keindahan dunia ditawarkan melalui berbagai media, sehingga seseorang yang tinggal di pelosok gunungpun bisa melihat gemerlap dunia di alam maya.
Kondisi ini kemudian membentuk watak generasi jaman ini. Benak kebanyakan manusia selalu terjejali lamunan menjadi pemilik dunia, baik berupa ketenaran, kekayaan maupun kekuasaan. Tujuan mereka satu, menjadi orang sukses yang mengundang decak kekaguman orang lain.
Akhirnya energipun dikuras, segala cara ditempuh, yang penting menjadi orang sukses. Orang yang berhasil menjadi begitu bangga dengan atribut kesuksesannya. Sedangkan yang masih terpuruk tidak ada minatnya kecuali bagaimana bisa memacu diri menjadi orang sukses. Kalaupun tidak bisa, gaya hidup pun ditiru. Maka tampaklah gadis-gadis desa bergaya bak artis, rumah-rumah gubuk berisi TV berwarna. Akibatnya masa depan akhirat lupa terbahas, bahkan mungkin tidak pernah terlintas.
Sungguh, berbeda sekali dengan generasi didikan Rasulullah SAW, generasi terbaik dari kalangan umat ini. Sesungguhnya banyak diantara mereka yang keadaan dunianya jauh lebih memprihatinkan daripada orang miskin jaman sekarang. Ada diantara mereka yang jika shalat harus bergantian baju dengan istrinya. Ada wanita yang sampai tidak punya baju untuk menutup aurat jika keluar rumah, sehingga harus pinjam dulu kepada tetangganya. Bahkan tauladan mereka, Rasulullah SAW sendiri pernah 3 bulan tidak ada nyala api di rumahnya. Beliau selama itu mencukupkan diri dengan makan korma dan air saja. Tetapi semangat mereka, perburuan mereka bukan untuk mengejar perhiasan dunia. Minat mereka hanya uuntuk menggapai kedudukan mulia di sisi Allah. Mendapat ridho dan jannah-Nya.
Inilah kelompok ahlus suffah, para sahabat miskin yang tidak punya rumah sehingga menjadikan serambi masjid sebagai tempat tinggalnya. Mereka, sebagaimana disebutkan dalam shahih Muslim, datang kepada Rasulullah SAW, mengadukan kelebihan orang-orang kaya daripada mereka. Tetapi bukan semata-mata iri terhadap hartanya, melainkan lebih dari itu karena mereka merasa tidak bisa menyaingi orang kaya untuk beramal menggapai kemuliaan akhirat.
Mereka berkata : “Para pemilik harta itu mendapat ketinggian derajat dan kenikmatan abadi, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka shiyam sebagaimana kami shiyam, dan mereka bersedekah sedangkan kami tidak bisa bersedekah.” Demikian keluhan mereka terhadap Rasulullah SAW. Keluhan yang menunjukkan bahwa minat mereka adalah menggapai ketinggian derajat di akhirat.
Itulah kemuliaan sikap mereka, yang mengetahui hakikat dunia dan akhirat sehingga mereka lebih memilih dan mengutamakan kebahagiaan akhirat daripada dunia ini.

Tidak ada komentar: